Jumat, 23 Maret 2012

KARYA ILMIAH

KARYA ILMIAH
A.   Definisi karya Ilmiah
      Ialah subah karangan tulisan yang melakukan penelitian untuk dapat menguraikan dan membahas suatu permasalahan secara  ilmiah dan dapat menuangkannya secara ilmiah dan menuangkannya secara teoritis, jelas dan sistematis.

B.   Sikap Ilmiah
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua. Dan Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.
1.  Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya.
2.  Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
3.  Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya hal tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
4.  Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
5.  Sikap menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain.
6.  Sikap berani mempertahankan kebenaran, terlihat  pada ketegaran membela fakta dan hasil temuan lapangan atau pengembangan walapun bertentangan atau tidak sesuai dengan teori atau dalil yang ada.
7.  Sikap menjangkau ke depan, dapat dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan hipotesis yang disusunnya demi pengembangan bidang ilmunya.

C.   Ciri – Ciri Penelitian Ilmiah
Syarat Karya Ilmiah
1. Penulisannya berdasarkan hasil penelitian
2. Pembahasan masalahnya objektif sesuai dengan fakta
3. Karangan mengandung masalah yang  sedang dicarikan pemecahannya
4. Baik dalam penyajian maupun dalam  pemecahan masalah digunakan metode  tertentu
5. Bahasanya harus lengkap, terperinci, teratur  dan cermat
6. Bahasa yang digunakan hendaklah benar,  jelas, ringkas, dan tepat sehingga tidak  terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk salah tafsir
Struktur Sajian:
1. Bagian Awal.
2. Pendahuluan.
3. Tinjauan Pustaka / Landasan Teori.                     
4. Hasil Penelitian dan Analisa / Pembahasan dan Analisa.
5. Kesimpulan (kritik & Saran).                                   
6. Bagian akhir.

Kamis, 22 Maret 2012

WAWASAN NUSANTARA


A.   WAWASAN NUSANTARA
1.    Latar Belakang dan Pengertian
Kehidupan suatu bangsa dan negara senantiasa dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis. Karena itu, wawasan itu harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan strategis dan dalam mengejar kejayaannya.
2.    Landasan Wawasan Nasional
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
3.    Paham – Paham  Kekuasaan
      a. Machiavelli (abad XVII)
Dengan judul bukunya The Prince dikatakan sebuah negara itu akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil: Dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan segala cara dihalalkan,Untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et empera) adalah sah dan Dalam dunia politik,yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
b. Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Perang dimasa depan merupakan perang total, yaitu perang yang mengerahkan segala daya upaya dan kekuatan nasional. Napoleon berpendapat kekuatan politik harus didampingi dengan kekuatan logistik dan ekonomi, yang didukung oleh sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa untuk membentuk kekuatan pertahanan keamanan dalam menduduki dan menjajah negara lain.
c. Jendral Clausewitz (abad XVIII)
Jendral Clausewitz sempat diusir pasukan Napoleon hingga sampai Rusia dan akhirnya dia bergabung dengan tentara kekaisaran Rusia. Dia menulis sebuah buku tentang perang yang berjudul “Vom Kriegen” (tentang perang). Menurut dia perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Buat dia perang sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
d. Fuerback dan Hegel (abad XVII)
Paham materialisme Fuerback dan teori sintesis Hegel menimbulkan aliran kapitalisme dan komunisme. Pada waktu itu berkembang paham perdagangan bebas (Merchantilism). Menurut mereka ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan seberapa banyak emas yang dimiliki oleh negara itu.
e. Lenin (abad XIX)
Memodifikasi teori Clausewitz dan teori ini diikuti oleh Mao Zhe Dong yaitu perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Perang bahkan pertumpahan darah/revolusi di negara lain di seluruh dunia adalah sah, yaitu dalam rangka mengkomuniskan bangsa di dunia.
f. Lucian W. Pye dan Sidney
Tahun 1972 dalam bukunya Political Cultural dan Political Development dinyatakan bahwa kemantapan suatu sistem politik hanya dapat dicapai apabila berakar pada kebudayaan politik bangsa ybs. Kebudayaan politik akan menjadi pandangan baku dalam melihat kesejarahan sebagai satu kesatuan budaya. Dalam memproyeksikan eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga harus menghayati kondisi subyektif psikologis sehingga dapat menempatkan kesadaran dalam kepribadian bangsa.
4.    Teori – Teori Geo Politik
      Pemahaman tentang kekuatan dan kekuasaan yang dikembangkan di Indonesia didasarkan pada pemahaman tentang paham perang dan damai serta disesuaikan dengan kondisi dan konstelasi geografi Indonesia. Sedangkan pemahaman tentang Negara Indonesia menganut paham Negara kepulauan, yaitu paham yang dikembangkan dari asas archipelago yang memang berbeda dengan pemahaman archipelago di negara-negara Barat pada umumnya. Perbedaan yang esensial dari pemahaman ini adalah bahwa menurut paham Barat, laut berperan sebagai “pemisah” pulau, sedangkan menurut paham Indonesia laut adalah “penghubung” sehingga wilayah Negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai “Tanah Air” dan disebut Negara Kepulauan.

B.   WAWASAN NEGARA INDONESIA
1.    Pemikiran Filsafat Pancasila
Berdasarkan falsafah Pancasila, manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak, daya pikir, dan sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan sesamanya, lingkungannya, alam semesta, dan penciptanya. Kesadaran ini menumbuhkan cipta, karsa, dan karya untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi. Berdasarkan kesadaran yang dipengaruhi oleh lingkungannya, manusia Indonesia memiliki motivasi antara lain untuk menciptakan suasana damai dan tentram menuju kebahagiaan serta menyelenggarakan keteraturan dalam membina hubungan antarsesama.

2.    Pemikiran Berdasarkan Aspek Kewilayahan
            Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.
3.    Pemikiran Berdasarkan Aspek Sosial – Budaya
Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda - beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang besar.mengenai berbagai macam ragam budaya.
4.    Pemikiran Berdasarkan Aspek Kesejahteraan
Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri. Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia.

C.   UNSUR DASAR WAWASAN NUSANTARA
1.    Hakekat Wawasan Nusantara
Keutuhan Nusantara atau Nasional, dalam pengertian : Cara pandang yang utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional. Ini berarti, setiap warga bangsa dan aparat negara, harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia.
2.    Asas Wawasan Nusantara
Asas Wawasan Nusantara adalah ketentuan ketentuan atau kaidah-kaidah dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan setianya komponen atau unsur pembentuk bangsa (suku, bangsa, golongan dll) terhadap kesepakatan atau komitmen bersama. Jika asas Wawasan Nusantara diabaikan maka berarti cerai berainya bangsa dan negara Indonesia.
3.    Kedudukan Wawasan Nusantara
UUD 1945; sebagai konstitusi negara berkedudukan sebagai Landasan Konstitusional. Wawasan Nusantara; sebagai visi nasional berkedudukan sebagai Landasan Visional. Ketahanan Nasional; sebagai konsepsi nasional berkedudukan sebagai Landasan Konsepsional. GBHN; Sebagai Politik Strategi Nasional (Kebijakan Dasar Nasional) berkedudukan sebagai Landasan Operasional.

D.   Implementasi Wawasan Nusantara
a)    Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
b)    Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.
c)    Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik ebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.
d)    Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antardaerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilan ekonomi.
e)    Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan, pertanian, dan perindustrian.
f)     Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya.
g)    Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
h)   Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.

Daftar pustaka:
1. http://www.sarjanaku.com/2010/10/wawasan-nusantara.html
6. http://melisa07.blogspot.com/2011/03/paham-paham-kekuasaan.html

Sabtu, 17 Maret 2012

Macam-Macam Ukuran Kertas


Macam-macam Ukuran kertas

Pas Foto 2 x 3 [ 2 x 3 cm]
Pas Foto 3 x 4 [ 3 x 4 cm]
Pas Foto 4 x 6 [ 4 x 6 cm]
Photobox  1R (dompet / id card) [ 5 x 7,5 cm atau 2 x 3 inch]
Photobox  (postcard / katu pos) [ 6 x 9 cm atau 3 x 4 inch]
Foto 3R [ 8,9 x 12,7 cm]
Foto 4R [ 10,2 x 15,2 cm atau 4 x 6 inch]
Foto 5R [ 12,7 x 17,8 cm]
Foto 6R [ 15,2 x 20,3 cm]
Foto 10R [ 20,3 x 25,3 cm]
Seri A
Seri A biasa digunakan untuk cetakan umum dan perkantoran serta penerbitan. Dasar ukuran adalah A0 yang luasnya setara dengan satu meter persegi. Setiap angka setelah huruf A menyatakan setengah ukuran dari angka sebelumnya. Jadi A1 adalah setengah dari A0 dan demikian seterusnya.
Ukuran yang paling banyak digunakan adalah A4. Berikut ini, saya uraikan Macam-macam Ukuran kertas Seri A (dalam hitungan mili meter) :
A0 : 841 x 1189
A1 : 594 x 841
A2 : 420 x 594
A3 : 297 x 420
A4 : 210 x 297
A4s : 215 x 297
A5 : 148 x 210
A6 : 105 x 148
A7 : 74 x 105
A8 : 52 x 74
A9 : 37 x 52
A10 : 26 x 37
Seri B
Seri B besarnya kira-kira di tengah antara 2 ukuran seri A, biasa digunakan untuk poster dan lukisan dinding. Berikut ini, saya uraikan Macam-macam Ukuran kertas Seri B (dalam hitungan mili meter) :
B0 : 1000 X 1414
B1 : 707 X 1000
B2 : 500 X 707
B3 : 353 X 500
B4 : 250 X 353
B5 : 176 X 250
B6 : 125 X 176
B7 : 88 X 125
B8 : 62 X 88
B9 : 44 X 62
B10 : 31 X 44
Seri C
Seri C biasa digunakan untuk map, kartu post dan amplop. Berikut ini, saya uraikan Macam-macam Ukuran kertas Seri C (dalam hitungan mili meter) :
C0 : 917 X 1297
C1 : 648 X 917
C2 : 458 X 648
C3 : 324 X 458
C4 : 229 X 324
C5 : 162 X 229
C6 : 114 X 162
C7 : 81 X 114
C8 : 57 X 81
Seri R
Seri R biasa digunakan untuk kertas jenis Foto untuk mencetak foto/Berikut ini, saya uraikan Macam-macam Ukuran kertas Seri R (dalam hitungan mili meter) :
1R : 50 x 75
2R : 60 x 90
3R : 89 x 127
4R : 102 x 152
5R : 127 x 178
6R : 152 x 203
8R : 203 x 254
8R Plus : 203 x 305
10R : 254 x 305
10R Plus : 254 x 381
11R : 279 x 356
11R Plus : 279 x 432
12R : 305 x 381
12R Plus : 305 x 465
14R : 284 x 353
17R : 305 x 405
19R : 305 x 455
Seri F
Seri F biasa digunakan untuk perkantoran dan fotocopy, biasa disebut kertas Folio. Berikut ini, saya uraikan Macam-macam Ukuran kertas Seri F (dalam hitungan mili meter) :
F4 : 215 x 330
Seri kertas lain
Ada beberapa ukuran lain yang kadang-kadang memakai nama Inggris. Berikut ini, saya uraikan Macam-macam Ukuran Seri kertas lain (dalam hitungan mili meter) :
Letter : 216 x 279
Legal : 216 x 356
Ledger : 432 x 279
Tabloid : 279 x 432
ANSI A (letter) : 216 x 279
ANSI B (ledger) : 432 x 279
ANSI B (tabloid) : 279 x 432
ANSI C : 432 x 559
ANSI D : 559 x 864
ANSI E : 864 x 1118
ANSI F : 711,2 x 1016
Statement Half Letter : 140 x 216
Quarto : 203 x 254
Foolscap (folio) : 210 x 330
Super-B : 330 x 483
Post : 394 x 489
Crown : 381 x 508
Demy : 445 x 572
Medium : 457 x 584
Broadsheet : 457 x 610
Royal : 508 x 635
Elephant : 584 x 711
Double Demy : 572 x 889
Quad Demy : 889 x 1143
JB0 : 1030 x 1456
JB1 : 728 x 1030
JB2 : 515 x 728
JB3 : 364 x 515
JB4 : 257 x 364
JB5 : 182 x 257
JB6 : 128 x 182
JB7 : 91 x 128
JB8 : 64 x 91
JB9 : 45 x 64
JB10 : 32 x 45
JB11 : 22 x 32
JB12 : 16 x 22
Shiroku ban 4 : 264 x 379
Shiroku ban 5 : 189 x 262
Shiroku ban 7 : 127 x 188
Kiku 4 : 227 x 306
Kiku 5 : 151 x 227
Emperor : 1219 x 1829
Antiquarian : 787 x 1346
Grand Eagle : 730 x 1067
Double Elephant : 678 x 1016
Atlas : 660 x 864
Colombier : 597 x 876
Imperial : 559 x 762
Double Large Post : 533 x 838
Princess : 546 x 711
Cartridge : 533 x 660
Sheet Half Post : 495 x 597
Double Post : 483 x 762
Super Royal : 483 x 686
Medium : 470 x 584
Copy Draught : 406 x 508
Pinched Post : 375 x 470
Foolscap : 343 x 432
Small Foolscap : 337 x 419
Brief : 343 x 406
Pott : 318 x 381

MAKALAH PENALARAN DEDUKTIF DAN PENALARAN INDUKTIF

MAKALAH PENALARAN DEDUKTIF DAN PENALARAN INDUKTIF
3EA06
AFINA SILMI 10210253
HARSHELLA 13209936
PUTRI NURAINI WIDIYANTI 15210461
UNIVERSITAS GUNADARMA

1. Latar Belakang Masalah

Manusia memiliki penalaran dimana tak terlepas dari pengguna bahasa. Penalaran cenderung sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Penalaran juga sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam menyelesaikan masalah tersebut, manusia harus menggunakan penalarannya dengan baik, agar bisa diselesaikan secara baik.

Dalam penalaran terdapat proposisi, yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Terdapat dua metode penalaran yang bisa digunakan, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Kami menyadari bahwa pembahasan mengenai penalaran ini sangatlah penting , terlebih dalam hal komunikasi. Biasanya apabila kita ingin mendaftar di suatu Universitas atau melamar pekerjaan, pasti ada tes IQ yang mencakup tes penalaran juga. Berikut kami akan membahas tentang penalaran deduktif dan induktif.

2. Rumusan Masalah
a) Apakah yang dimaksud penalaran?
b) Apa makna dari penalaran deduktif?
c) Apa makna dari penalaran induktif?

3. Tujuan Penulisan
a) Mengetahui maksud dari penalaran.
b) Mengetahui makna dari penalaran deduktif.
c) Mengetahui makna dari penalaran induktif.

4. Pembahasan
4.1 PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
4.2 DEFINISI PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
4.3 KARAKTERISTIK
Berikut ini adalah ciri-ciri dari Paragraf deduktif yaitu :
Ide pokok atau kalimat utamanya terletak di awal paragraf dan selanjutnya di ikuti oleh kalimat-kalimat penjelas sebagai pendukung kalimat utama.
Faktor-faktor penalaran deduktif :
1.Terdapat pada kalimat utama
2.Penjelasannya berupa hal-hal yang umum
3.Kebenarannya jelas dan nyata
Contoh :
Sebuah sistem generalisasi.
Laptop adalah barang eletronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi, DVD Player adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi,
Generalisasi : semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
4.4 BENTUK-BENTUK PENALARAN DEDUKTIF
Deduksi ialah proses pemikiran yang berpijak pada pengetahuan yang lebih umum untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih khusus.
Bentuk standar dari penalaran deduktif adalah silogisme, yaitu proses penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa konklusi)
Bentuk silogisme
• Silogisme kategoris: terdiri dari proposisi-proposisi kategoris.
• Silogisme hipotesis: salah satu proposisinya berupa proposisi hipotesis.
Misalnya:
Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan basah
Premis 2 : Sekarang hujan
Konklusi : Maka jalanan basah.
Bandingkan dengan jalan pikiran berikut:
Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan basah
Premis 2 : Sekarang jalanan basah
Konklusi : Maka hujan.
Silogisme Standar
Silogisme kategoris standar = proses logis yang terdiri dari tiga proposisi kategoris.
Proposisi 1 dan 2 adalah premis
Proposisi 3 adalah konklusi
Contoh:
“Semua pahlawan adalah orang berjasa
Kartini adalah pahlawan
Jadi: Kartini adalah orang berjasa”.
Kesimpulan hanya dicapai dengan bantuan proposisi dua
Jumlah term-nya ada tiga, yakni: pahlawan, orang berjasa dan Kartini.
Masing-masing term digunakan dua kali.
Sebagai S, “Kartini” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Sebagai P, “orang berjasa” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Term “pahlawan”, terdapat 2 kali di premis, tapi tidak terdapat di konklusi.
Term ini disebut term tengah (M, singkatan dari terminus medius). Dengan bantuan term tengah inilah konklusi ditemukan (sedangkan term tengah sendiri hilang dalam konklusi).
Term predikat dalam kesimpulan disebut term mayor, maka premis yang mengandung term mayor disebut premis mayor (proposisi universal), yang diletakkan sebagai premis pertama.
Term subyek dalam kesimpulan disebut term minor, maka premis yang mengandung term minor disebut premis minor (proposisi partikular), yang diletakkan sebagai premis kedua.
Term mayor akan menjadi term predikat dalam kesimpulan; sedangkan term minor akan menjadi term subyek dalam kesimpulan
Dengan demikian, kesimpulan dalam sebuah silogisme adalah atau “S = P” atau “S ¹ P”. Kesimpulan itu merupakan hasil perbandingan premis mayor(yang mengandung P) dengan premis minor (yang mengandung S) dengan perantaraan term menengah (M).
Karena M = P; sedang S = M; maka S = P
Premis mayor M = P M = term antara
Premis minor S = M P = term mayor
Kesimpulan S = P S = term minor
Hukum-hukum Silogisme
a. Prinsip-prinsip Silogisme kategoris mengenai term:
1. Jumlah term tidak boleh kurang atau lebih dari tiga
2. Term menengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan
3. Term subyek dan term predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis.
4. Luas term menengah sekurang-kurangnya satu kali universal.
b. Prinsip-prinsip silogisme kategoris mengenai proposisi.
1. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus afirmatif juga.
2. Kedua premis tidak boleh sama-sama negatif.
3. Jika salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga (mengikuti proposisi yang paling lemah)
4. Salah satu premis harus universal, tidak boleh keduanya pertikular.
Bentuk Silogisme Menyimpang
Dalam praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan lebih banyak menggunakan bentuk yang menyimpang. Bentuk penyimpangan ini ada bermacam-macam. Dalam logika, bentuk-bentuk menyimpang itu harus dikembalikan dalam bentuk standar.
Contoh:
“Mereka yang akan dipecat semuanya adalah orang yang bekerja tidak disiplin. Kamu kan bekerja penuh disiplin. Tak usah takut akan dipecat”.
Bentuk standar:
“Semua orang yang bekerja disiplin bukanlah orang yang akan dipecat.
Kamu adalah orang yang bekerja disiplin.
Kamu bukanlah orang yang akan dipecat”.


4.5 DEFINISI PENALARAN INDUKTIF
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala.
Induksi pada pengertian tradisional dipisahkan secara rigid dari deduksi untuk menunjuk pada suatu metode saintifik yang berupaya tiba pada konklusi melalui bukti-bukti (evidences) partikular mengenai dunia. Dalam sains, akumulasi bukti-bukti (evidences) bermakna derajat tertentu terhadap sokongan munculnya hipotesis, kalau bukan konklusi.
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.

4.6 BENTUK-BENTUK PENALARAN INDUKTIF

Di dalam penalaran induktif terdapat tiga bentuk penalaran induktif, yaitu generalisasi, analogi dan hubungan kausal.

A. Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum.
Contohnya :
• Luna Maya adalah bintang film, dan ia berparas cantik.
• Revalina. S. Temat adalah bintang film, dan ia berparas cantik.
Generalisasi: Semua bintang film berparas cantik.
Pernyataan “semua bintang film berparas cantik” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh kesalahannya:
Bella juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik.
Macam-macam generalisasi :
• Generalisasi sempurna
Generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh: sensus penduduk
• Generalisasi tidak sempurna
Generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantaloon. Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna.
Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar. Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah:
Ø Jumlah sampel yang diteliti terwakili.
Ø Sampel harus bervariasi.
Ø Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.

B. Analogi
Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Analogi mempunyai 4 fungsi,antara lain :
Membandingkan beberapa orang yang memiliki sifat kesamaan
Meramalkan kesamaan
Menyingkapkan kekeliruan
Klasifikasi
Contoh analogi : Demikian pula dengan manusia yang tidak berilmu dan tidak berperasaan, ia akan sombong dan garang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia apabila diberi kepandaian dan kelebihan, bersikaplah seperti padi yang selalu merunduk.


C. Hubungan Kausal
Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal :
a) Sebab- akibat.
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
b) Akibat – Sebab.
Bobi tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
c) Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah.
Contoh Kausal : Kemarau tahun ini cukup panjang. Sebelumnya, pohon-pohon di hutan sebagi penyerap air banyak yang ditebang. Di samping itu, irigasi di desa ini tidak lancar. Ditambah lagi dengan harga pupuk yang semakin mahal dan kurangnya pengetahuan para petani dalam menggarap lahan pertaniannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan panen di desa ini selalu gagal.
5. Kesimpulan
Penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis. Dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Pada proses induksi atau penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) yang melebihi kasus-kasus khususnya (knowledge expanding), dan inilah yang diidentifikasi sebagai suatu kelebihan dari induksi jika dibandingkan dengan deduksi.
Hal ini pulalah yang menjadi kelemahan deduksi. Pada penalaran deduktif, kesimpulannya tidak pernah melebihi premisnya. Inilah yang ditengarai menjadi kekurangan deduksi.
Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya.

Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.

Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti

6. Daftar Pustaka
v http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
v http://arief021091.wordpress.com/2011/10/27/arti-penalaran-definisi-penalaran-dan-hakikat-penalaran/
v http://ykrespati.wordpress.com/2011/10/27/macam-macam-penalaran/
v http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/06/07-deduksi_limas_.pdf
v http://ferrylaks.wordpress.com/2011/10/27/macam-macam-penalaran/
v http://herditosandi.wordpress.com/2009/01/03/problem-deduksi-dan-induksi/
v http://nopi-dayat.blogspot.com/2010/03/penalaran-deduktif.html
v http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/penalaran-deduktif-59/
v http://anggitata.wordpress.com/2011/03/11/penalaran-deduktif/
v http://ami26chan.wordpress.com/2011/02/19/penalaran-induktif/
v http://abdoez.multiply.com/journal/item/239?&show_interstitial=1& u=%2Fjournal%2Fitem
v http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penalaran&action=edit
v http://zainal-muttaqin.blogspot.com/2010/03/penalaran-induktif.html